Saya baru merasa lebih percaya diri setelah masuk ke laboratorium dan perpustakaannya. Di laboratorium tersedia meja inokulasi yang menggunakan lampu ultra violet untuk mensterilisasi, cawan petri dan ujung pipet sekali pakai, dan badan pipet digital yang bisa diatur untuk meneteskan cairan dalam volume tertentu dalam sekali tekan. Laboratorium saya terhubung dengan deretan almari penyimpan berpengatur suhu dan instrumen yang terpasang di ruang fitotron dan rumah kaca. Ruang penyimpanan berpengatur suhu itu mirip dengan kulkas, tetapi penyinaran, suhu, dan kelembaban udara di dalamnya bisa diatur melalui komputer di dalam laboratorium. Ruangan penyimpanan itu digunakan untuk menyimpan spesimen yang baru diambil dari lapangan, menumbuhkan koloni patogen, dan menyimpan biakan beraneka patogen. Kalau fitotron lain lagi, merupakan meja tempat menanam yang iklim mikronya bisa dikendalikan melalui laboratorium, termasuk pencahayaan buatan, suhu, kelembaban udara, serta arah dan kecepatan anginnya. Berbeda dengan rumah kaca, yang lingkungannya dikendalikan secara lebih longgar. Fasilitas ini disediakan untuk mendukung proses pembelajaran dan sekaligus riset.
Di ruang laboratorium tempat saya belajar juga tersedia terminal komputer, yang terhubung dengan komputer mainframe yang terletak di ruangan yang terletak jauh dari sayap gedung di mana departemen saya berkantor. Itu lebih dari 30 tahun lalu, komputer PC baru mulai diproduksi dan Internet belum ada. Meski begitu, di ruang laboratorium juga terdapat satu PC yang mengendalikan segala peralatan yang berada di luar ruangan, sebuah PS-1 buatan IBM yang dilengkapi flopy drive berukuran besar dan kecil serta terhubunga dengan alat lain untuk menyimpan data dalam pita magnetik, seperti menyimpan lagu dalam pita kaset jaman dulu. Saya belajar menggunakan komputer di ruangan lab itu, dibantu oleh seorang teman satu laboratorium, dengan imbalan saya harus membantunya belajar statistika, mulai dari statistika univariat sampai statistika multivariat. Program yang digunakan adalah SAS, yang terpasang di komputer mainframe dan diakses oleh para mahasiswa melalui terminal. Terminal terdiri atas layar, papan ketik, dan tetikus, yang tersambung dengan komputer mainframe bersistem operasi UNIX yang berada nun jauh di sana dengan menggunakan LAN.
Begitulah saya berkenalan dengan komputer dan pemrograman, ketika itu. Windows masih versi awal, mungkin masih versi 1. Saya masih mengetik dengan menggunakan program bernama Word Perfect dan membuat slide presentasi dengan menggunakan program bernama Harvard Graphic, sebelum kemudian menjelang menyelesaikan pendidikan, mulai belajar menggunakan Word, Excel, dan PowerPoint. Saya belum sempat belajar Internet sebagaimana yang ada sekarang sebab waktu itu belum ada program peramban (browser), tetapi saya sempat belajar dasar-dasarnya. Saya juga sempat belajar sistem operasi Linux dan DOS, sebelum kemudian menggunakan Windows, yang pada awalnya merupakan program yang dipasang pada komputer dengan sistem operasi DOS. Semua kegetiran yang harus saya jalani untuk belajar semua itu, ternyata kemudian berguna setelah saya pulang, meskipun saya harus belajar kembali karena di kampus tempat saya menjadi dosen belum ada komputer yang sudah dipasangi Windows. Semua komputer masih dijalankan dengan DOS dan mengoperasikan program dilakukan dengan menggunakan flopy disk. Termasuk kembali harus belajar Wordstar, yang untuk memformat harus didahului dengan mengetikkan perintah yang diawali dengan tanda titik.
Kemudian perpustakaan, yang ternyata kemudian sering menjadi tempat saya bersembunyi dari supervisor. Perpustakaan kampus tempat saya belajar sudah dilengkapi dengan sistem pencarian buku yang mirip dengan layar pencarian Google saat ini. Untuk mencari buku atau artikel jurnal ilmiah dengan topik tertentu, cukup dilakukan dengan mengetikkan di papan ketik. Di layar akan ditampilkan judul buku dan nama jurnal yang memuat topik tersebut dan tempat masing-masing disimpan, di ruangan, lemari, dan tingkat lemari dengan kode tertentu. Tinggal pergi ke ruangan di mana lemari berada dan kemudian memeriksa kode yang tertempel di lemari untuk mencari di sebelah mana buku atau jurnal ilmiah tersimpan. Buku dan jurnal ilmiah bisa dipinjam untuk dibawa keluar perpustakaan dengan hanya menyodorkan kartu mahasiswa yang kemudian digosokkan ke mesim pemindai magnetik oleh pegawai perpustakaan. Selain berfungsi sebagai kartu perpustakaan, kartu mahasiswa juga berfungsi sebagai kartu ATM. Ya, 30 tahun lalu di kampus saya itu sudah ada ATM, tempat mengambil dan menyetor tunai secara otomatis.
Ketika kemudian saya melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi di negara lain, saya tidak terlalu kaget. Tentu saja fasilitas komputasinya jauh lebih canggih. Juga fasilitas teknologi informasi dan komunikasinya. Perpustakaan tidak lagi selalu harus diakses dengan mengunjungi, melainkan dengan menggunakan akses Internet dari rumah karena jurnal ilmiah pada umumnya tidak lagi tersedia dalam bentuk tercetak, melainkan dalam bentuk elektronik. Tapi itu semua di kampus tempat saya belajar di luar sana. Di kampus-kampus negeri kita, yang lebih banyak dibangun adalah gedung. Termasuk gedung perpustakaan dan gedung teknologi informasi dan komunikasi. Tetapi buku dan jurnal ilmiah yang dapat diperoleh di perpustakaan masih begitu-begitu saja. Juga akses Internet di gedung teknologi informasi dan komunikasi masih belum labih baik dari akses Internet di rumah. Ironisnya dosen diwajibkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk proses pembelajaran. Juga diwajibkan meningkatkan metode pembelajaran agar sesuai dengan kemajuan jaman. Lalu soal materi pembelajarannya, diserahkan kepada dosen masing-masing untuk mengaksesnya. Entah dengan cara bagaimana, itu adalah urusan dosen masing-masing.
No comments:
Post a Comment